

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di bawah dari uretra normal yang normalnya di (ujung glans penis).
Epispadi adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan dorsal penis.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika terjadi karena gagalnya sintesis androgen
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Patofisiologi
Hypospadia dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental.
Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis sebagai celah buntuh.
Penatalaksanaan
a. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan epispadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
b. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1) Operasi Hipospadia dan epispadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY) “Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
2) Operasi Hipospadia epispadia 2 tahap
“Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap kedua ) dilakukan uretroplasty ( pembuatan saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.
Diagnosa Keperawatan
1. Pasien pre operasi
a. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan keluarga.
b. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
c. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
2. Pasien post operasi
a. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
b. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
c. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
d. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam sehat